Daerah

Pemkot Parepare Rancang Dokumen Strategi Pencegahan Perkawinan Anak

InteraksiNews.com, Parepare – Pemerintah Kota Parepare terus berupaya menekan kasus perkawinan anak sebagai bentuk kepedulian terhadap masa depan anak. Salah satunya, dengan rancangan dokumem strategi pencegahan perkawinan anak, yang juga pendukung dalam penilaian kota layak anak.

Kepala Bidang Perencanaan SDM dan Sosbud Bappeda Parepare, Dede Alamsyah Wakkang mengatakan, penyusunan dokumem melibatkan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Parepare, Bappeda, serta komunitas pemerhati perempuan dan anak.

Dede mengatakan, dokumen yang terdiri dari 5 BAB tersebut, memuat langkah-langkah konkret pemkot Parepare dalam mengintervensi masyarakat untuk menghindari perkawinan anak. “Semua elemen memiliki tanggung jawab yang sama terhadap masalah perkawinan anak ini. Mulai dari RT/RW, kelurahan, KUA (Kemenag) hingga Pengadilan Agama,” jelasnya.

Yang terpenting, kata dia, peran aktih pemerintahan pada tingkat kelurahan dalam menerbitkan rekomendasi pernikahan anak tersebut. “Seyogyanya kelurahan sebagai ujung tombak, harus selektif dalam mengeluarkan rekomendasi. Mengingat dampak buruk yang ditimbulkan dari perkawinan anak,” ujarnya.

Selain itu kata Dede lagi, Pengadilan Agama sebagai benteng terakhir dalam proteksi pencegahan pernikahan anak tentunya tidak tinggal diam. Dia menekankan, ada 11 persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon mempelai apabila ingin mendapatkan dispensasi dalam pernikahannya. Diantaranya harus memiliki surat keterangan sehat reproduksi dari puskesmas atau rumah sakit. memiliki akta kelahiran dengan minimal usia 19 tahun sesuai Undang-undang. “Namun balik lagi bahwa, mindset masyarakat kita terhadap isu-isu di atas perlu diubah baik secara persuasif maupun dengan cara-cara lainnya sesuai dengan perundang-undangan berlaku,” katanya.

Perkawinan anak sendiri, tambah Dede, terbilang tinggi yang dalam dua tahun terkahir mengalami peningkatan. Pada 2019 lalu, tercatat sebanyak 99 kasus perkawinan anak dan 2020 lalu sebanyak 121 kasus. “Itu yang tercatat di Pengadilan Agama yang minta dispensasi. Belum perkawinan anak yang dilakukan di bawah tangan,” tandasnya

(Dwi)

Apa reaksi anda?

Berita terkait

1 of 541

Berikan tanggapan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *